Fenomena tersebut berada di Desa Jatinga, Dima Hasao di sebelah timur laut India. Fenomena yang dikenal dengan nama 'bird deaths' yang sudah berlangsung sejak zaman dulu sampai sekarang. Fenomena aneh yang bahkan para ahli biologi belum bisa memecahkan apa penyebabnya.
Dari situs resmi pemerintahan Dima Hasao yang ditengok detikTravel, Rabu (24/2/2016) Desa Jatinga lokasinya di lembah yang dikelilingi Pegunungan Haflong. Desa yang sejatinya cantik, bersih dan udaranya segar.
Mungkin ini fenomena yang paling aneh. Di India, setiap tahunnya
puluhan burung terbang dan saling menabrakan diri ke pohon, rumah dan
bangunan lainnya. Seperti bunuh diri massal!
Namun pada bulan September sampai November, lain ceritanya. Karena
ketika itu, terjadilah fenomena burung bunuh diri massal. Jalanan di
desa akan penuh oleh banyak burung yang sudah mati atau sekarat!
Tepatnya, terjadi di malam hari sekitar pukul 19.00 sampai 22.00 malam. Langit akan dipenuhi oleh burung-burung yang berterbangan secara mengacak. Entah mengapa, burung-burungnya malah menabrakan diri ke rumah, bangunan-bangunan lain atau pepohonan. Kemudian, mereka sekarat dan tak sedikit yang mati.
Tepatnya, terjadi di malam hari sekitar pukul 19.00 sampai 22.00 malam. Langit akan dipenuhi oleh burung-burung yang berterbangan secara mengacak. Entah mengapa, burung-burungnya malah menabrakan diri ke rumah, bangunan-bangunan lain atau pepohonan. Kemudian, mereka sekarat dan tak sedikit yang mati.
Gara-gara Kabut, Lampu, atau Roh Jahat
Fenomena
'bird deaths' terjadi tiap tahun, yang sudah berlangsung sejak tahun
1900-an. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, penyebabnya adalah
roh-roh yang ada di atas langit. Mereka 'memukul' burungnya sampai mati
dan kemudian jatuh ke tanah. Lalu, itu menjadi santapan untuk
masyarakat.
Dari jawaban para ahli biologi dan ilmuwan, mereka ternyata belum menemukan jawaban yang memuaskan sampai detik ini. Hanya muncul berbagai spekulasi dan pendapat, yang tentu saja belum terbukti kebenarannya.
Pertama, mereka menilai burung-burung yang terbang di atas Desa Jatinga terjebak oleh kabut. Burung-burungnya sulit untuk keluar dari lembah hingga akhirnya menabrak bangunan dan pepohonan. Memang, saat bulan September sampai November selalu terjadi kabut di desanya dan masuk ke musim hujan.
Kedua, adalah gara-gara lampu. Para ahli biologi menilai, cahaya lampu atau obor di desa menarik perhatian burung. Mereka pun langsung terbang dan mendekatinya walau nyatanyat justru menabrak bangunan dan pepohonan.
Menariknya, ternyata burung-burung yang mati di Desa Jatinga bukanlah burung-burung migrasi. Dari hasil penelitian, teridentifikasi ada 44 jenis spesies burung dan semuanya berasal dari bukit dan lereng gunung di dekat desanya!
Dari jawaban para ahli biologi dan ilmuwan, mereka ternyata belum menemukan jawaban yang memuaskan sampai detik ini. Hanya muncul berbagai spekulasi dan pendapat, yang tentu saja belum terbukti kebenarannya.
Pertama, mereka menilai burung-burung yang terbang di atas Desa Jatinga terjebak oleh kabut. Burung-burungnya sulit untuk keluar dari lembah hingga akhirnya menabrak bangunan dan pepohonan. Memang, saat bulan September sampai November selalu terjadi kabut di desanya dan masuk ke musim hujan.
Kedua, adalah gara-gara lampu. Para ahli biologi menilai, cahaya lampu atau obor di desa menarik perhatian burung. Mereka pun langsung terbang dan mendekatinya walau nyatanyat justru menabrak bangunan dan pepohonan.
Menariknya, ternyata burung-burung yang mati di Desa Jatinga bukanlah burung-burung migrasi. Dari hasil penelitian, teridentifikasi ada 44 jenis spesies burung dan semuanya berasal dari bukit dan lereng gunung di dekat desanya!
Setidaknya, ada dua pertanyaan mendasar yang sampai saat ini belum
terjawab? Satu, mengapa burung-burungnya terbang di malam hari dan dalam
jumlah yang banyak? Kedua, fenomena tersebut sudah berlangsung sejak
lama dan mengapa terus-terusan terulang?
Ada tiga ahli ornotologi dari India (cabang zoologi yang mempelajari burung), yakni Dr Salim Ali, Dr S Sengupta dan A Rauf menegaskan dibutuhkan penelitian lebih mendelam soal fenomena ini. Termasuk, jangan hanya dari sudut pandang perilaku burung melainkan dari cuaca sampai medan magnet Bumi.
"Hal yang paling membingungkan bagi saya tentang fenomena ini adalah begitu banyak spesies burung yang terbang di saat dimana mereka seharusnya tidur. Masalah ini layak dipelajari lebih ilmiah dari berbagai sudut," ujar Dr Salim Ali.
Pemerintah India membuka tangan, bagi siapa saja yang mau meneliti fenomena di Jatinga ini. Khusus untuk turis, pemerintah Dima Hasao malah menyelenggarakan Festival Jatinga yang dimulai sejak tahun 2010. Turis akan diajak langsung melihat kawanan burung yang terbang di malam hari dan menabrak apa saja. Kemudian, dilanjutkan dengan menyantap daging burungnya.
Ada tiga ahli ornotologi dari India (cabang zoologi yang mempelajari burung), yakni Dr Salim Ali, Dr S Sengupta dan A Rauf menegaskan dibutuhkan penelitian lebih mendelam soal fenomena ini. Termasuk, jangan hanya dari sudut pandang perilaku burung melainkan dari cuaca sampai medan magnet Bumi.
"Hal yang paling membingungkan bagi saya tentang fenomena ini adalah begitu banyak spesies burung yang terbang di saat dimana mereka seharusnya tidur. Masalah ini layak dipelajari lebih ilmiah dari berbagai sudut," ujar Dr Salim Ali.
Pemerintah India membuka tangan, bagi siapa saja yang mau meneliti fenomena di Jatinga ini. Khusus untuk turis, pemerintah Dima Hasao malah menyelenggarakan Festival Jatinga yang dimulai sejak tahun 2010. Turis akan diajak langsung melihat kawanan burung yang terbang di malam hari dan menabrak apa saja. Kemudian, dilanjutkan dengan menyantap daging burungnya.
http://travel.detik.com
No comments:
Post a Comment